Reza Rahadian Ikut Demo dan Sebut Negara Bukan Milik Keluarga Tertentu

JAKARTA, Tepatnews – Hari ini, sejumlah elemen massa menggelar demo penolakan terhadap Revisi Undang-Undang (UU) Pilkada di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta.

Tak terkecuali aktor Reza Rahadian yang ikut turun gunung dalam aksi demo yang dipicu keputusan DPR yang dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan kepala daerah dan syarat usia calon kepala daerah.

Dalam orasinya, Reza Rahadian, yang dikenal publik melalui perannya sebagai presiden ketiga, BJ Habibie ini menegaskan bahwa negara ini bukanlah milik keluarga tertentu dan mengungkapkan kekhawatirannya terhadap arah demokrasi Indonesia.

“Ini bukan negara milik keluarga tertentu. Saya miris melihat ini semua,” ujar Reza di depan massa dengan nada yang menyiratkan kekecewaannya terhadap situasi politik saat ini.

Reza juga menyinggung keputusan DPR yang menunda Rapat Paripurna untuk mengesahkan revisi UU Pilkada.

Ia berharap bahwa penundaan ini bisa menjadi tanda bahwa keputusan yang merugikan demokrasi tidak akan dilahirkan.

“Mudah-mudahan ini yang dilakukan, tidak ada keputusan itu bisa lahir di hari itu,” ujar Reza penuh harap.

Lebih lanjut, Reza mengingatkan massa aksi untuk tetap menjaga ketertiban dan situasi tetap kondusif selama demonstrasi berlangsung.

Menurutnya, demo ini adalah kesempatan bagi para demonstran untuk menunjukkan bahwa mereka dapat menyampaikan aspirasi dengan cara yang tertib dan terhormat.

“Kehadiran saya di sini adalah sebagai rakyat biasa, tidak mewakili siapapun selain suara orang-orang yang gelisah hari ini,” ungkapnya seraya menekankan bahwa ia hadir sebagai bagian dari masyarakat yang resah dengan situasi politik.

Aksi ini digelar untuk menolak hasil rapat Panitia Kerja (Panja) Baleg DPR yang diadakan pada Rabu (21/8) kemarin, karena dianggap bertentangan dengan putusan MK yang baru saja dikeluarkan pada Selasa (20/8).

Dua poin penting dalam revisi tersebut menjadi sorotan publik. Pertama, terkait perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai, yang dalam revisi hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD. Sementara itu, partai yang memiliki kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya, meskipun MK telah menggugurkan syarat ini.

Kedua, mengenai batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur. Baleg DPR memilih untuk mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menetapkan batas usia ditentukan saat pelantikan calon terpilih, alih-alih mengikuti putusan MK yang mengatur usia dihitung sejak penetapan calon.

Dalam perkembangan terakhir, DPR memutuskan menunda Rapat Paripurna pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (RUU Pilkada) karena belum mencapai kuorum kesepakatan di antara pimpinan DPR.(Fr)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *